Siang ini saya sedang mengawasi praktikum Kimia Organik Antar Semester di
Laboratorium Kimia Organik. “Seperti biasanya”, praktikum yang seharusnya mulai
jam 14.00 WIB menjadi mundur disebabkan saya terlambat datang, sedangkan
asisten dan analis labor belum berani memulai kegiatan praktikum sebelum dosen
datang. Alasan keterlambatan saya bukan disebabkan kesengajaan, tetapi
diakibatkan oleh karena saya “kehilangan” kunci mobil saat membayar biaya
mutasi PLN dari pasca bayar ke prabayar di kantor PLN.
Tetapi bukan itu yang akan dibahas disini. Seperti biasanya, setelah
praktikum berjalan dengan baik dan disaat “sebahagian” mahasiswa sedang asyik
bekerja – sebahagian lain asyik dengan jejaring sosial – beberapa pertanyaan
seputar praktikum terlontar, namun “tidak satupun” terjawab, in conclussion,
tidak satupun dari mereka yang membaca, memahami, mengerti apalagi mencari
referensi dari apa yang akan dipraktikumkan hari itu. Tetapi sekali lagi bukan
itu yang ingin dibahas disini.
Dalam “kegeraman hati” tersebut, terasa pula haus yang mencekat
kerongkongan. Perlahan, setelah memberi tahu asisten, kantin kampus jadi
sasaran. Segelas Cappucino dingin
membasahi Gastrointestinal tract,
sejuk. Sejawat lain ada yang lagi ngopi
juga. Berbincang tentang kondisi akademik
kampus tercinta.
Kampus, hari kehari terasa semangat berkarya, berdedikasi, berkemajuan
makin pudar. Terasa semakin malas, semakin suntuk, semakin galau, semakin
semrawut, semakin jauh dari jiwa akademis.
Semangat yang semua membara, sekejap saja luluh lantak disapu enviromental effects yang tidak
mendukung. Mudah terbawa suasana yang santai, acuh terhadap perkembangan yang hanya milik petinggi tertentu. Kondisi
yang makin jelek-menjelekkan sesama
sejawat. Saling bermuka dua. Dalam kegalauan hati tersebut, seorang sejawat memberikan
cerita hikmah berikut:
Katak Berlomba Memanjat Gedung Lantai 20
Tersebutlah sebuah kisah, ada ratusan katak mengikuti lomba memanjat gedung
berlantai 20. Dalam perlombaan, diperebutkan hadiah yang sangat menarik. Semua
berkeinginan merebut hadiah tersebut. Semua katak sudah siap digaris start,
semua bersemangat, semua punya keinginan untuk juara. Tanda start dimulai,
semua katak berhamburan. Sampai di lantai kelima, sudah cukup banyak katak yang
tidak melanjutkan, dikarenakan masing-masing saling beradu argumentasi bahwa
tidak mungkin ada yang sanggup sampai ke atas, makin tinggi lantai makin
sedikit katak yang tersisa. Setelah lantai ke lima belas, hanya beberapa katak
yang masih sanggup untuk meneruskan perlombaan, namun mereka masih terus melompat
dengan tenang. Mendekati lantai ke delapan belas hanya tinggal 2-3 katak yang
masih saling berdebat. Akhirnya mendekati lantai 20 hanya tertinggal seekor
katak yang dengan tetap bersemangat memenangkan lomba. Akhirnya dia menjuarai
perlombaan tersebut.
Dalam sebuah acara penyerahan hadiah, dimintalah komentar mengapa sang
katak berhasil menjadi juara. Ketika diwawancarai, sang katak juara tetap acuh
dan tidak menjawab pertanyaan juru media. Pertanyaan kemudian diulang lagi,
tetap sang katak juara tidak memberikan tanggapan. Akhirnya sang awak media
mengeraskan suara bertanya kembali. Akhirnya baru sang katak juara menjawab
bla,.. bla,... bla,,... akhirnya semua hadirin tahu bahwa sang katak juara
ternyata seekor katak yang tuli sehingga dia tidak mendengar ejekan dan
cemoohan dari peserta lomba lainnya yang terkadang bisa mematahkan semangat.
Dengan tetap bersemangat dia melompat dari lantai pertama sampai lantai kedua
puluh sehingga menjadi juara tanpa mendengar kata-kata pematah semangat.
Rupanya, dalam menjalankan segala kerja yang telah diamanahkan kepada
setiap orang, maka perlu pengerjaan amanah tersebut dengan ikhlas, tanpa
mengharapkan pujian ataupun kritikan. Konsistensi terhadap amanah yang telah
diterima.