Tuesday, September 2, 2014

Menjaga Konsistensi Amal



Siang ini saya sedang mengawasi praktikum Kimia Organik Antar Semester di Laboratorium Kimia Organik. “Seperti biasanya”, praktikum yang seharusnya mulai jam 14.00 WIB menjadi mundur disebabkan saya terlambat datang, sedangkan asisten dan analis labor belum berani memulai kegiatan praktikum sebelum dosen datang. Alasan keterlambatan saya bukan disebabkan kesengajaan, tetapi diakibatkan oleh karena saya “kehilangan” kunci mobil saat membayar biaya mutasi PLN dari pasca bayar ke prabayar di kantor PLN.

Tetapi bukan itu yang akan dibahas disini. Seperti biasanya, setelah praktikum berjalan dengan baik dan disaat “sebahagian” mahasiswa sedang asyik bekerja – sebahagian lain asyik dengan jejaring sosial – beberapa pertanyaan seputar praktikum terlontar, namun “tidak satupun” terjawab, in conclussion, tidak satupun dari mereka yang membaca, memahami, mengerti apalagi mencari referensi dari apa yang akan dipraktikumkan hari itu. Tetapi sekali lagi bukan itu yang ingin dibahas disini.

Dalam “kegeraman hati” tersebut, terasa pula haus yang mencekat kerongkongan. Perlahan, setelah memberi tahu asisten, kantin kampus jadi sasaran. Segelas Cappucino dingin membasahi Gastrointestinal tract, sejuk. Sejawat lain ada yang lagi ngopi juga. Berbincang tentang kondisi akademik kampus tercinta.

Kampus, hari kehari terasa semangat berkarya, berdedikasi, berkemajuan makin pudar. Terasa semakin malas, semakin suntuk, semakin galau, semakin semrawut, semakin jauh dari jiwa akademis. Semangat yang semua membara, sekejap saja luluh lantak disapu enviromental effects yang tidak mendukung. Mudah terbawa suasana yang santai, acuh terhadap perkembangan yang hanya milik petinggi tertentu. Kondisi yang makin jelek-menjelekkan sesama sejawat. Saling bermuka dua. Dalam kegalauan hati tersebut, seorang sejawat memberikan cerita hikmah berikut:

Katak Berlomba Memanjat Gedung Lantai 20

Tersebutlah sebuah kisah, ada ratusan katak mengikuti lomba memanjat gedung berlantai 20. Dalam perlombaan, diperebutkan hadiah yang sangat menarik. Semua berkeinginan merebut hadiah tersebut. Semua katak sudah siap digaris start, semua bersemangat, semua punya keinginan untuk juara. Tanda start dimulai, semua katak berhamburan. Sampai di lantai kelima, sudah cukup banyak katak yang tidak melanjutkan, dikarenakan masing-masing saling beradu argumentasi bahwa tidak mungkin ada yang sanggup sampai ke atas, makin tinggi lantai makin sedikit katak yang tersisa. Setelah lantai ke lima belas, hanya beberapa katak yang masih sanggup untuk meneruskan perlombaan, namun mereka masih terus melompat dengan tenang. Mendekati lantai ke delapan belas hanya tinggal 2-3 katak yang masih saling berdebat. Akhirnya mendekati lantai 20 hanya tertinggal seekor katak yang dengan tetap bersemangat memenangkan lomba. Akhirnya dia menjuarai perlombaan tersebut.

Dalam sebuah acara penyerahan hadiah, dimintalah komentar mengapa sang katak berhasil menjadi juara. Ketika diwawancarai, sang katak juara tetap acuh dan tidak menjawab pertanyaan juru media. Pertanyaan kemudian diulang lagi, tetap sang katak juara tidak memberikan tanggapan. Akhirnya sang awak media mengeraskan suara bertanya kembali. Akhirnya baru sang katak juara menjawab bla,.. bla,... bla,,... akhirnya semua hadirin tahu bahwa sang katak juara ternyata seekor katak yang tuli sehingga dia tidak mendengar ejekan dan cemoohan dari peserta lomba lainnya yang terkadang bisa mematahkan semangat. Dengan tetap bersemangat dia melompat dari lantai pertama sampai lantai kedua puluh sehingga menjadi juara tanpa mendengar kata-kata pematah semangat.

Rupanya, dalam menjalankan segala kerja yang telah diamanahkan kepada setiap orang, maka perlu pengerjaan amanah tersebut dengan ikhlas, tanpa mengharapkan pujian ataupun kritikan. Konsistensi terhadap amanah yang telah diterima.